Kalimantan
Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang dahulu bagian utaranya
berbatasan langsung dengan Negara Malaysia dan kini berbatasan dengan Provinsi
Kalimantan Utara. Provinsi Kalimantan Timur memang tidak begitu terkenal dengan
kegiatan pariwisatanya, namun Kalimantan Timur memiliki potensi daya tarik
wisata yang unik, mulai dari seni dan kebudayaan hingga wisata alamnya cukup
mencuri minat wisatawan untuk berkunjung ke provinsi yang beribukota di
Samarinda ini.
Kalimantan
Timur memiliki potensi objek pariwisata yang cukup banyak. Tercatat pada tahun
1999, jumlah objek wisata yang dimiliki Kalimantan Timur diperkirakan 160 buah
yang meliputi: kategori alam, budaya, sejarah dan kategori buatan. Dengan
banyaknya jumlah potensi objek wisata yang dapat dikembangkan, akan menjadikan
provinsi ini sebagai salah satu daerah tujuan wisata yang ada di Indonesi. Didukung dengan kebudayaan salah satu suku asli dari Kalimantan
yang terkenal dengan keteguhan masyarakatnya dalam menjalankan tradisi nenek
moyang mereka, yaitu Suku Dayak.
Masyarakat
Dayak Kenyah yang menetap di Kalimantan Timur senang hidup dan bekerja di
pedalaman hutan yang saat itu banyak dihuni oleh berbagai satwa, terutama
monyet. Masyarakat Suku Dayak Kenyah merasa bahwa perilaku monyet menyerupai
mereka, mulai dari tinggal di dalam hutan hingga memakan hasil hutan seperti
buah-buahan yang sama, maka masyarakat setempat mempunyai ide untuk membedakan
suku mereka dengan monyet yaitu dengan memanjangkan telinga. Untuk kaum
perempuan telinga dipanjangkan hingga sedada dan untuk laki-laki panjangnya
tidak melebihi bahu agar tidak mengganggu aktivitas berburu. Pada tahun 1960-an
seiring dengan kehidupan mereka yang berpindah dari hutan satu ke hutan lainnya
di pedalaman Kalimantan Timur membuat kebiasaan memanjangkan telinga ini
menjadi sebuah keharusan bagi masyarakat Dayak Kenyah, bagi yang tidak
memanjangkan telinga akan disamakan dengan monyet.
Untuk
memanjangkan telinga, kedua lobang telinga dipasangkan cincin atau anting
dengan berat tertentu dan akan ditambahkan satu per satu setiap satu tahun
sekali hingga jumlah anting yang digunakan sesuai dengan usia mereka. Meskipun
tradisi memanjangkan telinga sebagai salah satu atraksi wisata yang ditawarkan
di Desa Dayak Pampang, hampir sebagian besar wisatawan yang
pernah berkunjung dan berfoto bersama tidak mengetahui apa makna di balik
tradisi yang mereka jalani saat ini. Yang mereka ketahui hanyalah sebatas
melestarikan kebiasaan nenek moyang dan sebagai status sosial di dalam
masyarakat Dayak Kenyah. Padahal, dalam tradisi ini mengandung makna
pembelajaran hidup bagi masyarakat Suku Dayak Kenyah.
Melestarikan
tradisi turun-temurun nenek moyang ditengah dunia modern merupakan hal yang cukup sulit bagi masyarakat Desa Budaya
Pampang. Karena letaknya yang tidak jauh dari pusat Kota Samarinda,
memungkinkan warga di desa ini sering berkunjung ke kota untuk berjalan-jalan.
Meski sebagian penduduk yang tinggal di kota mengetahui tradisi telinga panjang
masih dijalankan di dalam Suku Dayak Kenyah tetapi tidak begitu saja
menghilangkan rasa heran mereka saat melihat langsung beberapa penduduk Suku
Dayak Kenyah yang sedang berjalan di pusat perbelanjaan dengan kondisi
bertelinga panjang. Seringkali penduduk desa budaya ini menjadi pusat perhatian
di tengah keramaian karena bentuk fisik telinga yang berbeda dengan yang
lainnya. Sebagian dari mereka yang merasa tidak nyaman dengan kondisi ini
memutuskan untuk melakukan operasi kecil dengan memotong daun telinga mereka
sehingga terlihat normal seperti bentuk telinga pada umumnya. Jika hal ini
terus menerus terjadi, tradisi yang termasuk salah satu atraksi wisata di Desa
Budaya Pampang yang sedang dikembangkan ini pelan-pelan akan menghilang.
Pemerintah dan pengelola Desa Budaya Pampang menyadari hal ini dan tidak
tinggal diam. Kedua pihak berusaha mempertahankan dengan mengadakan
program yang menarik minat generasi muda Suku Dayak Kenyah untuk mempertahankan
tradisi turun-temurun dari nenek moyang mereka dan ikut memperkenalkan kepada
masyarakat luas agar tradisi telinga panjang semakin dikenal luas.
Desa dayak Pampang merupakan
sebuah desa budaya yang berlokasi di Sungai Siring,
Kota Samarinda, Kalimantan Timur
dan merupakan objek wisata andalan kota Samarinda. Di mana masyarakat Apokayan dan Kenyah
sebagai sub-suku Dayak tinggal di sekitar rumah Lamin yang merupakan
arsitektur tradisional untuk berbagai kegiatan budaya asli. Desa Pampang berpemukiman dayak yang juga budaya asli
Borneo dimana setiap tahun masyarakat setempat menggelar Pelas Tahun sebagai
perayaan ulang tahun dan upacara ritual Junan merupakan tradisi ratusan tahun
untuk mengambil gula dari tangkai tebu yang diperas menggunakan kayu ulin.
Berjarak
sekitar 23 kilometer dari pusat kota Samarinda, melalui jalan yang
menghubungkan Samarinda dan Bontang, Desa Pampang diresmikan sebagai desa
budaya pada bulan Juni 1991, oleh Gubernur Kalimantan Timur saat itu, HM
Ardans. Pemerintah
setempat optimis Desa Budaya Pampang ini menjadi aset wisata unggulan, yang
akan lebih banyak menarik wisatawan lokal maupun manca negara. Di desa ini, para wisatawan dapat
melihat langsung budaya dan adat istiadat masyarakat suku Dayak, salah satu suku tertua yang hidup di wilayah nusantara.
Laki-laki di Desa
Pampang membuat tato berpola tanaman dan hewan untuk menunjukkan posisi strata
sosial. Wanita tua masih memegang tradisi Mucuk Penikng yang merupakan telinga
yang panjang. Proses
memanjang telinga dilakukan sejak lahir. Diantara orang Dayak Kenyah. Pemberat logam
akan terus memanjangkan telinga hingga beberapa sentimeter. Di beberapa daerah,
telinga panjang berfungsi sebagai identitas untuk menunjukkan umurnya. Bobot
manik-manik yang diberikan kepada bayi lahir dan jumlah manik-manik yang
menempel di telinga akan meningkat satu per tahun.

Setiap
hari Minggu, masyarakat juga mengadakan acara tarian pribumi Dayak yaitu Bangen
Tawai, Hudoq, Kanjet Anyam Tali, Ajay Pilling, Kancet Lasan, Nyalama Sakai,
Kancet Punan Lettu dan masih banyak lagi. Pertunjukan tari digelar di rumah
adat Lamin yang disebut Adat Pamung Tawai. Rumah
megah terbuat dari kayu Ulin dan seluruh dindingnya penuh dengan lukisan dan
ukiran khas Dayak dengan warna dominan hitam, putih dan kuning. Diameter tiang
dua meter dan atap dihiasi dengan kayu yang diukir indah di tengah dan di
setiap sudut. Sebuah tangga
untuk menaiki rumah yang terbuat dari kayu. Bentuk tangga tidak berbeda antara
rumah bangsawan dan rakyat jelata. Patung Blontang di sekitar rumah itu
menggambarkan para dewa sebagai penjaga rumah atau lingkungan sekitar. Akhir atap rumah dihiasi dengan kepala
naga sebagai simbol keagungan dan kepahlawanan. Rumah panggung setinggi 3 meter
sampai 5 meter dengan dinding berbentuk papan kayu dan di bagian bawah rumah
berfungsi untuk ternak. Bagian paling belakang yang digunakan sebagai tanaman
penyimpanan dan alat pertanian disimpan di tempat yang sama.

Tata
letak lamin ini rumah
berbentuk panjang. Bagian depannya adalah Bale-bale untuk menerima tamu atau
tempat berkumpul saat pertemuan kerabat. Rumah Dayak biasanya ditempati oleh
beberapa keluarga, dalam satu keluarga dimana masing-masing keluarga memiliki
kamar pribadi. Rumah adat yang megah ini penuh ukir-ukiran
indah khas Dayak. Lamin Adat Pemung Tawai ini kemudian
menjadi pusat daya tarik pariwisata di Desa Pampang.
Desa
Pampang, juga menyediakan
oleh-oleh sebelum pulang. Terdapat penjual suvenir di halaman depan Lamin Adat
Pemung Tawai. Mereka menjual kerajinan tangan khas Desa Pampang berupa kalung,
gelang atau tas yang terbuat dari manik-manik.
Demikianlah pembahasan mengenai “Mengenal Budaya Asli di
Desa Dayak Pampang, Samarinda,
Kalimantan Timur”.
Daftar Pustaka
Fransiska Sherly
Pranata, (2013), Peran Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Komunikasi Informasi (KOMINFO) dalam Meningkatkan Wisata Budaya di Desa Pampang Kota Samarinda, EJournal
Ilmu Pemerintahan, Volume
1, Nomor 2
Eksposkaltim.com/berita-1873-jumlah-kunjungan-wisatawan-masuk-kaltim
meningkat.html diakses pada 10
Desember 2018
https : // id.m.wikipedia.org/wiki/Kalimantan-Timur